Demokratisasi, DPRD, dan Penguatan Politik Lokal
Pendahuluan
Perubahan
politik dari Orde Baru ke Orde Demokrasi membawa implikasi politis yang luas. Kekuasaan
tidak lagi terpusat pada satu kelompok politik saja, yakni lembaga eksekutif (pemerintah),
melainkan menyebar, terdistribusi secara proposional kepada berbagai kelompok strategis.
Mekanisme politik mengarah pada perimbangan kekuasaan. Kekuasaan dan kewenangan
terbagi setara pada lembaga-lembaga tinggi negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif).
Ini menunjukan bahwa aktor-aktor yang terlibat dalam proses kekuasaan semakin plural.
Secara vertikal, perubahan kekuasaan menunjukkan bahwa politik tidak lagi didominasi
pemerintah pusat tetapi
kekuasaan dan kewenangan
menyebar
ke daerah (sebagai satuan politik). Realitas politik ini mengisyaratkan bahwa
pengelolaan negara dan pemerintahan melibatkan banyak aktor, baik langsung
maupun tidak langsung. dimana perubahan politik sedang bergerak ke arah
konsolidasi sistem politik Yang menarik
adalah apa peran DPRD dalam memperkuat
sistem politik dan mendorong demokratisasi politik lokal
Penguatan Politik Lokal
Demokrasi adalah
peradaban yang tidak mungkin dielakkan pada abad 21 ini. Hampir tidak ada negara
yang mampu mengisolasi diri dari pengaruh demokratisasi. Demokrasi menjadi nilai-nilai
peradaban umat manusia, jika tidak, suatu negara tidak hanya tersisihkan dalam
percaturan dunia, tetapi juga menjalani kemunduran bahkan kehancuran.
Persoalannya adalah bagaimana merumuskan bentuk demokrasi yang sesuai dengan
nilai-nilai tradisi, potensi sosial ekonomi, dan politik lokal. Demokrasi tidak bisa
di-fotocopy
seratus persen dari pengalaman negara atau daerah lain. Karena setiap
negara atau daerah (lokal) tidak seragam mereka memiliki pengalaman sejarah dan
menghadapi masalah yang berbeda. Palma (1990) mengemukakan bahwa bagaimana dan kapan
demokrasi diberlakukan sangat tergantung situasi dan kondisi setempat.
Konstitusi,
sebagai landasan politik yang sementara ini dapat digunakan untuk memaksimalkan
pencapaian demokratisasi, harus dipegang sebagai strategi perubahan politik agar
hasil yang dicapai dapat memperkuat sistem pemerintahan lokal dan percepatan pembangunan
daerah. Lebih jauh, domoktratisasi harus dipandang sebagai transformasi nilai-nilai
demokratis dan bukan hanya perkara perlembagaan atau perundangan yang bersifat statik.
Ini berarti demokrasi difahami sebagai nilai-nilai yang diperjuangkan oleh kelompok
masyarakat untuk
mengatur arah penyelenggaraan pemerintahan yang demokratik ada beberapa kendala
yang menghadang penguatan politik lokal, antara lain :
1.
Paradigma NKRI sebagai paradigma politik
dan pemerintah ditafsirkan secara doktrinal, ketimbang sebagai konsep yang
dinamis dan demokratis. Konsep NKRI justru diarahkan pada strategi integrasi
politik bangsa yang cenderung mengabaikan pluralitas aspirasi bangsa. Secara
sistematis jargon NKRI dijadikan alat pemukul bagi kelompok berkuasa, baik itu
pihak pemerintah pusat maupun oligarki partai politik, untuk mempertahankan hegemoni
kekuasaan.
2.
Sistem kepartaian tidak membuka ruang
dan efektifitas politik dalam upaya menguatkan politik lokal. Orientasi politik
lebih kuat kepada nilai-nilai dan struktur kekuasaan parpol di tingkat pusat,
ketimbang menyerap realitas politik lokal dan komitmen pembangunan daerah.
3.
Pemilu, sebagai mekanisme rekruitmen
politik, belum mampu menjaring elit politik lokal yang berkualitas, karena
beberapa sebab seperti menguatnya pengaruh politik uang (money politics)
dan rendahnya pendidikan dan kesejahteraan rakyat pemilih.
4.
Interaksi elit politik di daerah mudah
teperangkap pada kepentingan kelompok atau pribadi ketimbang kepentingan
mengelola hak-hak otonomi daerah sebagai wilayah kedaulatan dengan visi jauh ke
depan untuk membangun masyarakat lokal yang lebih maju dan pemerintahan lokal
yang moderen dan demokratik.
5.
DPD (Dewan Perwakilan Daerah) sebagai
katalisator kepentingan politik belum mampu berperan menjadi ‘integrator’ dalam
memperjuangkan kepentingan daerah. Disamping itu, akibat keterbatasan
kewenangannya, DPD tidak memberi pengaruh signifikan terhadap mekanisme cheks
and balances antara pemerintah pusat dan daerah.
Kepemimpinan
Politik dan Fungsi DPRD
Perubahan-perubahan
pola dalam pendemokrasian dapat dijelaskan dengan memberikan perhatian pada
peranan signifikan elit politik. Ini mengisyaratkan interaksi dan dinamika peranan
elit, serta konflik kepentingan yang tinggi. Pola demokratisasi yang
berlangsung di Indonesia menunjukkan pola perubahan yang tidak berjalan secara
teratur mengacu pada suatu pola yang stabil, yang terjadi adalah bentuk
kombinasi antara satu pola dengan pola lain. Kombinasi pola ini terbentuk tidak
lain adalah hasil perilaku elit politik.
Pola perubahan
atau demokratisasi tidak menjurus kepada satu pola perubahan yang stabil.
perubahan
tersebut dapat berlaku bersamaan, membentuk kombinasi pola perubahan. Bentuk
pertama, berlaku pola transformation, perubahan ini dipimpin oleh elit
politik. Pola kedua transplacement adalah pola perubahan melalui proses bargaining
antara kekuatan elit politik dengan kekuatan arus bawah. Ketiga, replacement,
pola perubahan dari bawah. Keempat
adalah kombinasi
pola perubahan transformation-transplacement. Kelima, pola
tranplacement-replacement,
sebagai
bentuk perubahan yang sangat dinamis dan tidak stabil.
Sebagai negara
demokrasi terbesar ketiga di dunia, kestabilan politik di Indonesia sangat diperlukan
karena pemerintah yang berkuasa perlu memusatkan perhatian untuk memecahkan
berbagai
problematik masalah-masalah yang sangat kompleks, khususnya masalah ekonomi.
Demokrasi
diharapkan berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi yang sehat, sehingga pada
gilirannya
masyarakat dapat mengenyam kesejahteraan.
Melihat
pengalaman demokrasi di Indonesia, Afan Gafar (1995) mengatakan bahwa demokrasi
yang dikembangkan di negara-negara berkembang adalah ‘demokrasi tidak lazim. Dari
segi persyaratan demokrasi sebenarnya negara-negara demokrasi baru layak
menjadi sebuah negara demokrasi, bila
memenuhi
standar demokrasi negara-negara lama, khususnya pencapaian dalam bidang ekonomi.
Demokrasi tak lazim’ ini membuka peluang dan tantangan bagi para elit politik
untuk mendesain model-model demokrasi yang memiliki akar budaya dan sesuai
potensi sosial dan ekonomi rakyatnya tanpa mengabaikan prinsip-prinsip
demokrasi dan pencapaian kualitas demokrasi. Ini dapat dilakukan para elit
politik dengan menggunakan berbagi instrumen demokrasi, seperti lembaga pemilu,
parpol, pemerintahan, dan parlemen. Keberhasilan upaya ini akan sangat
ditentukan oleh political will dan capacity building elit
politik. Salah satu perubahan politik pasca Orde Baru yang sangat signifikan
adalah penguatan politik lembaga perwakilan rakyat (DPR dan DPRD). Lembaga
perwakilan rakyat merupakan representasi rakyat melalui mekanisme partai
politik dan pemilu. Pada era reformasi ini boleh dikatakan kedaulatan rakyat
eksis melalui peranan DPRD, karena DPRD memiliki bargaining position yang
signifikan. Masalahnya adalah apakah dengan penguatan peran DPRD secara otomatis
mampu meningkatkan kualitas demokrasi. Peranan yang dimainkan oleh DPRD dapat
dilihat dari fungsi yang dimilikinya: legislasi, budgeting, pengawasan,
dan fungsi-fungsi lainnya. Melalui fungsi-fungsi legislatif kekuasaan yang
dimiliki DPRD dapat diarahkan untuk mempengaruhi proses penyusunan rencana
pembangunan dan anggaran sehingga dapat membawa perubahan signifikan dalam berbagai
sektor kehidupan masyarakat, kinerja pemerintahan, dan pertumbuhan ekonomi. Pertanyaan
apakah fungsi-fungsi yang dijalankan DPRD sudah mengarah kepada peningkatan kualitas
demokrasi, hal ini dapat diukur dari:
a.
Pencapaian kesejahteraan masyarakat
dalam berbagai sektor secara terukur dengan standar yang telah ditetapkan dalam
rencana pembangunan daerah.
b.
Terwujudnya pemerintahan yang bersih dan
profesional, dan kemampuan pemerintah mencapai target pembangunan dalam
berbagai sektor.
c.
Meningkatkan partisipasi politik
masyarakat dalam proses pemilihan para pemimpin, pengambilan keputusan, dan
keikutsertaan mengawal agenda pembangunan.
d.
Meningkatnya kesadaran hukum masyarakat
dan aparatur pemerintahan.
e.
Derajat otonomi yang semakin meningkat,
baik dalam pemerintahan, pembangunan, ekonomi, dan sumber daya manusia.
Meskipun
secara teoritis dan konstitusional DPRD memiliki peranan sendiri yang berbeda dengan
peranan yang dimainkan pemerintah daerah, namun secara politik baik pemerintah daerah
maupun DPRD memiliki tanggung jawab yang sama. Keduanya adalah representasi
kekuatan
masyarakat, memiliki kedaulatan yang didapat melalui prosedur demokrasi yang
pada gilirannya harus dipertanggungjawabkan melalui mekanisme pemilu. Dalam era
demokrasi yang mendorong kompetisi, keberhasilan daerah tidak lain adalah
keberhasilan kolektif suatu daerah atau masyarakat lokal yang diperbandingkan
dengan masyarakat daerah lain. Pada satu tahap, demokrasi lokal merupakan
persaingan kekuatan sosial politik atau elit politik lokal dalam memanfaatkan
peluang politik yang tersedia, namun pada tahap kedua demokratisi lokal merupakan
keberhasilan kolektif semua elemen politik suatu daerah dihadapkan pada sistem politik
daerah lainnya.
Keberhasilan
demokrasi suatu negara dalam kaitan otonomi daerah sangat ditentukan oleh
demokrasi lokal.
Di masa yang akan datang, politik lokal akan memberikan pengaruh yang
signifikan
terhadap kekuatan politik domestik, dan menopang sistem politik nasional dalam
percaturan
politik internasional. Proses-proses politik yang berjalan seharusnya bermakna saling
memperkuat, menuju kesederajatan antara pemerintah pusat dan lokal. Hakikat
negara
sesungguhnya ada
pada level politik lokal, tanpa mengurangi konstribusi bagi kepentingan
integrasi
nasional (Smith 1985).
Penutup
Demokrasi dan
demokratisasi adalah bentuk perubahan multidimensi yang harus disikapi
secara cerdas
dan inovatif. Jika tidak, demokrasi dan demokratisasi menjadi malapetaka di
tengah rendahnya
pendidikan dan kemerosotan ekonomi. Demokrasi dan demokratisasi adalah model
yang diadopsi dari dunia barat yang memiliki sejarah dan peradaban yang berbeda.
Paradigma ketatanegaraan juga ikut menentukan dalam memilih solusi bentuk
pelembagaan politik berupa undang-undang mekanisme pembagian kekuasaan dan
kewenangan antara pusat-pusat kekuasaan, khususnya antara pemerintah pusat dan
lokal. Termasuk di dalamnya tentang mekanisme rekruitmen politik, apakah mampu
melahirkan elit-elit politik di pemerintah, parlemen (DPRD), dan parpol lokal
yang berkualitas dan mempunyai integritas moral tinggi. Kemampuan para elit
politik akan menentukan dalam mengelola demokrasi dan demokratisasi sebagai
konsep dan strategi untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara.(Ihwan Anas)
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda