Rabu, 18 Juni 2014

Demokratisasi, DPRD, dan Penguatan Politik Lokal



Pendahuluan
Perubahan politik dari Orde Baru ke Orde Demokrasi membawa implikasi politis yang luas. Kekuasaan tidak lagi terpusat pada satu kelompok politik saja, yakni lembaga eksekutif (pemerintah), melainkan menyebar, terdistribusi secara proposional kepada berbagai kelompok strategis. Mekanisme politik mengarah pada perimbangan kekuasaan. Kekuasaan dan kewenangan terbagi setara pada lembaga-lembaga tinggi negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Ini menunjukan bahwa aktor-aktor yang terlibat dalam proses kekuasaan semakin plural. Secara vertikal, perubahan kekuasaan menunjukkan bahwa politik tidak lagi didominasi pemerintah pusat tetapi kekuasaan dan kewenangan menyebar ke daerah (sebagai satuan politik). Realitas politik ini mengisyaratkan bahwa pengelolaan negara dan pemerintahan melibatkan banyak aktor, baik langsung maupun tidak langsung. dimana perubahan politik sedang bergerak ke arah konsolidasi sistem politik  Yang menarik adalah  apa peran DPRD dalam memperkuat sistem politik dan mendorong demokratisasi politik lokal

 Penguatan Politik Lokal
Demokrasi adalah peradaban yang tidak mungkin dielakkan pada abad 21 ini. Hampir tidak ada negara yang mampu mengisolasi diri dari pengaruh demokratisasi. Demokrasi menjadi nilai-nilai peradaban umat manusia, jika tidak, suatu negara tidak hanya tersisihkan dalam percaturan dunia, tetapi juga menjalani kemunduran bahkan kehancuran. Persoalannya adalah bagaimana merumuskan bentuk demokrasi yang sesuai dengan nilai-nilai tradisi, potensi sosial ekonomi, dan politik lokal. Demokrasi tidak bisa di-fotocopy seratus persen dari pengalaman negara atau daerah lain. Karena setiap negara atau daerah (lokal) tidak seragam mereka memiliki pengalaman sejarah dan menghadapi masalah yang berbeda. Palma (1990)  mengemukakan bahwa bagaimana dan kapan demokrasi diberlakukan sangat tergantung situasi dan kondisi setempat.
Konstitusi, sebagai landasan politik yang sementara ini dapat digunakan untuk memaksimalkan pencapaian demokratisasi, harus dipegang sebagai strategi perubahan politik agar hasil yang dicapai dapat memperkuat sistem pemerintahan lokal dan percepatan pembangunan daerah. Lebih jauh, domoktratisasi harus dipandang sebagai transformasi nilai-nilai demokratis dan bukan hanya perkara perlembagaan atau perundangan yang bersifat statik. Ini berarti demokrasi difahami sebagai nilai-nilai yang diperjuangkan oleh kelompok
masyarakat untuk mengatur arah penyelenggaraan pemerintahan yang demokratik ada beberapa kendala yang menghadang penguatan politik lokal, antara lain :
1.        Paradigma NKRI sebagai paradigma politik dan pemerintah ditafsirkan secara doktrinal, ketimbang sebagai konsep yang dinamis dan demokratis. Konsep NKRI justru diarahkan pada strategi integrasi politik bangsa yang cenderung mengabaikan pluralitas aspirasi bangsa. Secara sistematis jargon NKRI dijadikan alat pemukul bagi kelompok berkuasa, baik itu pihak pemerintah pusat maupun oligarki partai politik, untuk mempertahankan hegemoni kekuasaan.
2.        Sistem kepartaian tidak membuka ruang dan efektifitas politik dalam upaya menguatkan politik lokal. Orientasi politik lebih kuat kepada nilai-nilai dan struktur kekuasaan parpol di tingkat pusat, ketimbang menyerap realitas politik lokal dan komitmen pembangunan daerah.
3.        Pemilu, sebagai mekanisme rekruitmen politik, belum mampu menjaring elit politik lokal yang berkualitas, karena beberapa sebab seperti menguatnya pengaruh politik uang (money politics) dan rendahnya pendidikan dan kesejahteraan rakyat pemilih.
4.        Interaksi elit politik di daerah mudah teperangkap pada kepentingan kelompok atau pribadi ketimbang kepentingan mengelola hak-hak otonomi daerah sebagai wilayah kedaulatan dengan visi jauh ke depan untuk membangun masyarakat lokal yang lebih maju dan pemerintahan lokal yang moderen dan demokratik.
5.        DPD (Dewan Perwakilan Daerah) sebagai katalisator kepentingan politik belum mampu berperan menjadi ‘integrator’ dalam memperjuangkan kepentingan daerah. Disamping itu, akibat keterbatasan kewenangannya, DPD tidak memberi pengaruh signifikan terhadap mekanisme cheks and balances antara pemerintah pusat dan daerah.

Kepemimpinan Politik dan Fungsi DPRD
Perubahan-perubahan pola dalam pendemokrasian dapat dijelaskan dengan memberikan perhatian pada peranan signifikan elit politik. Ini mengisyaratkan interaksi dan dinamika peranan elit, serta konflik kepentingan yang tinggi. Pola demokratisasi yang berlangsung di Indonesia menunjukkan pola perubahan yang tidak berjalan secara teratur mengacu pada suatu pola yang stabil, yang terjadi adalah bentuk kombinasi antara satu pola dengan pola lain. Kombinasi pola ini terbentuk tidak lain adalah hasil perilaku elit politik.
Pola perubahan atau demokratisasi tidak menjurus kepada satu pola perubahan yang stabil.
perubahan tersebut dapat berlaku bersamaan, membentuk kombinasi pola perubahan. Bentuk pertama, berlaku pola transformation, perubahan ini dipimpin oleh elit politik. Pola kedua transplacement adalah pola perubahan melalui proses bargaining antara kekuatan elit politik dengan kekuatan arus bawah. Ketiga, replacement, pola perubahan dari bawah. Keempat
adalah kombinasi pola perubahan transformation-transplacement. Kelima, pola
tranplacement-replacement, sebagai bentuk perubahan yang sangat dinamis dan tidak stabil.
Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, kestabilan politik di Indonesia sangat diperlukan karena pemerintah yang berkuasa perlu memusatkan perhatian untuk memecahkan
berbagai problematik masalah-masalah yang sangat kompleks, khususnya masalah ekonomi.
Demokrasi diharapkan berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi yang sehat, sehingga pada
gilirannya masyarakat dapat mengenyam kesejahteraan.
Melihat pengalaman demokrasi di Indonesia, Afan Gafar (1995) mengatakan bahwa demokrasi yang dikembangkan di negara-negara berkembang adalah ‘demokrasi tidak lazim. Dari segi persyaratan demokrasi sebenarnya negara-negara demokrasi baru layak menjadi sebuah negara demokrasi, bila memenuhi standar demokrasi negara-negara lama, khususnya pencapaian dalam bidang ekonomi. Demokrasi tak lazim’ ini membuka peluang dan tantangan bagi para elit politik untuk mendesain model-model demokrasi yang memiliki akar budaya dan sesuai potensi sosial dan ekonomi rakyatnya tanpa mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi dan pencapaian kualitas demokrasi. Ini dapat dilakukan para elit politik dengan menggunakan berbagi instrumen demokrasi, seperti lembaga pemilu, parpol, pemerintahan, dan parlemen. Keberhasilan upaya ini akan sangat ditentukan oleh political will dan capacity building elit politik. Salah satu perubahan politik pasca Orde Baru yang sangat signifikan adalah penguatan politik lembaga perwakilan rakyat (DPR dan DPRD). Lembaga perwakilan rakyat merupakan representasi rakyat melalui mekanisme partai politik dan pemilu. Pada era reformasi ini boleh dikatakan kedaulatan rakyat eksis melalui peranan DPRD, karena DPRD memiliki bargaining position yang signifikan. Masalahnya adalah apakah dengan penguatan peran DPRD secara otomatis mampu meningkatkan kualitas demokrasi. Peranan yang dimainkan oleh DPRD dapat dilihat dari fungsi yang dimilikinya: legislasi, budgeting, pengawasan, dan fungsi-fungsi lainnya. Melalui fungsi-fungsi legislatif kekuasaan yang dimiliki DPRD dapat diarahkan untuk mempengaruhi proses penyusunan rencana pembangunan dan anggaran sehingga dapat membawa perubahan signifikan dalam berbagai sektor kehidupan masyarakat, kinerja pemerintahan, dan pertumbuhan ekonomi. Pertanyaan apakah fungsi-fungsi yang dijalankan DPRD sudah mengarah kepada peningkatan kualitas demokrasi,  hal ini dapat diukur dari:
a.         Pencapaian kesejahteraan masyarakat dalam berbagai sektor secara terukur dengan standar yang telah ditetapkan dalam rencana pembangunan daerah.
b.        Terwujudnya pemerintahan yang bersih dan profesional, dan kemampuan pemerintah mencapai target pembangunan dalam berbagai sektor.
c.         Meningkatkan partisipasi politik masyarakat dalam proses pemilihan para pemimpin, pengambilan keputusan, dan keikutsertaan mengawal agenda pembangunan.
d.        Meningkatnya kesadaran hukum masyarakat dan aparatur pemerintahan.
e.         Derajat otonomi yang semakin meningkat, baik dalam pemerintahan, pembangunan, ekonomi, dan sumber daya manusia.
Meskipun secara teoritis dan konstitusional DPRD memiliki peranan sendiri yang berbeda dengan peranan yang dimainkan pemerintah daerah, namun secara politik baik pemerintah daerah maupun DPRD memiliki tanggung jawab yang sama. Keduanya adalah representasi
kekuatan masyarakat, memiliki kedaulatan yang didapat melalui prosedur demokrasi yang pada gilirannya harus dipertanggungjawabkan melalui mekanisme pemilu. Dalam era demokrasi yang mendorong kompetisi, keberhasilan daerah tidak lain adalah keberhasilan kolektif suatu daerah atau masyarakat lokal yang diperbandingkan dengan masyarakat daerah lain. Pada satu tahap, demokrasi lokal merupakan persaingan kekuatan sosial politik atau elit politik lokal dalam memanfaatkan peluang politik yang tersedia, namun pada tahap kedua demokratisi lokal merupakan keberhasilan kolektif semua elemen politik suatu daerah dihadapkan pada sistem politik daerah lainnya.
Keberhasilan demokrasi suatu negara dalam kaitan otonomi daerah sangat ditentukan oleh
demokrasi lokal. Di masa yang akan datang, politik lokal akan memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap kekuatan politik domestik, dan menopang sistem politik nasional dalam
percaturan politik internasional. Proses-proses politik yang berjalan seharusnya bermakna saling memperkuat, menuju kesederajatan antara pemerintah pusat dan lokal. Hakikat negara
sesungguhnya ada pada level politik lokal, tanpa mengurangi konstribusi bagi kepentingan
integrasi nasional (Smith 1985).

Penutup
Demokrasi dan demokratisasi adalah bentuk perubahan multidimensi yang harus disikapi
secara cerdas dan inovatif. Jika tidak, demokrasi dan demokratisasi menjadi malapetaka di
tengah rendahnya pendidikan dan kemerosotan ekonomi. Demokrasi dan demokratisasi adalah model yang diadopsi dari dunia barat yang memiliki sejarah dan peradaban yang berbeda. Paradigma ketatanegaraan juga ikut menentukan dalam memilih solusi bentuk pelembagaan politik berupa undang-undang mekanisme pembagian kekuasaan dan kewenangan antara pusat-pusat kekuasaan, khususnya antara pemerintah pusat dan lokal. Termasuk di dalamnya tentang mekanisme rekruitmen politik, apakah mampu melahirkan elit-elit politik di pemerintah, parlemen (DPRD), dan parpol lokal yang berkualitas dan mempunyai integritas moral tinggi. Kemampuan para elit politik akan menentukan dalam mengelola demokrasi dan demokratisasi sebagai konsep dan strategi untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara.(Ihwan Anas)



                                       
       

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda